1.
Mengapa
dilarang untuk menulis hadits?
Karena pada zaman Rasulullah shallahu
alaihi wa salam hanya dianjurkan untuk menulis Al Quran dan menghafal hadits
bukan untuk menulis hadits selain itu pula takut akan tercampur dengan
penulisan isi Al Quran dengan Hadits. Maka itulah alasan pelarangan dari
penulisan hadits.
§ Perlu diketahui
di sini bahwa mengingat hadits akan mendapatkan pahala yang banyak sehingga
para sahabat memperkuat hafalan dengan spirit tinggi dan rasul mendoakan kepada
sahabat pnghafal hadits tersebut.
§ Ada hadits yang
mengatakan bahwa halal darahnya untuk membunuh orang yang memfitnah Nabi. Hal
ini menimbulkan pertanyaan yakni pada zaman Rasulullah terdapat seorang nenek
buta yang memfitnah rasul yang pada saat itu rasul hanya memberikan makanan
kepada nenek tersebut dan tidak membunuhnya. Maka dari konteks tersebut dapat
disimpulkan bahwa terdapat hadits nasah yang menghapuskan hadits lain pada
keadaan tertentu. Pemberlakuan hadits tersebut sesuai dengan keadaan pada
kejadian itu sendiri.
Pendapat yang lain dari
teman: Pada kejadian itu nenek tersebut tidak mengetahui siapa Rasul sehingga
nenek tersebut ketika mendapatkan perlakuan istimewa dari Rasul menyatakan diri
untuk masuk Islam.
§ Menegok pada
zaman rasulullah ada yang meludahi Rasulullah yang secara tidak langsung dapat
dikategorikan telah menghina Rasulullah. Nabi tidak marah malah pada suatu
ketika itu yang meludahi Rasulullah tidak lagi meludahi Nabi hal ini membuat
Rasul menanyai sahabat mengapa yang meludahainyai itu tidak lagi meludahi
Rasulullah. Dalam hal ini kita dapat melihat pigur Rasulullah yang bijaksana.
Rasul sebagai teladan(contoh bagi umat muslim) yang membawa nama Islam menyeru
umatnya dengan bijaksana. Maka dapat dianalisa bahwa jika masih ada cara yang
halus dalam menyeru kepada kebaikan maka mengapa tidak untuk memberlakukan hal
ini. Pemberlakuan akan dibunuh tersebut itu
kalau sudah keterlaluan sehingga hal ini dapat berdampak kepada
pengajakan perang.
2.
Apakah
yang dimaksud dengan hadits maknawi?
Hadits maknawi adalah hadits yang
matannya berbeda tetapi tujuan dan makna penyampaiannya mempunyai pengertian
yang sama dari penyampaian Rasulullah shallahu alaihi wa salam. Hadits ini
tidak terdapat pandangan perbedaan dalam segi maknanya.
Hadits lafzi adalah hadits yang matannya
mempunyai kesamaaan dengan tujuan dan makna penyampaian hadits dari Rasulullah.
§ Adil itu berarti
menempatkan pada tempatnya. Keadilan rawi berarti apabila rawi tersebut
melakukan perbuatan tercela maka cacat keadilannya Yang juga kita ketahui
syarat hadits perawinya harus adil. Jadi cacat yang dimaksud berarti apabila
akhlakul karimah yang ditampilkan oleh seorang rawi tidak bertentangan dengan
apa yang dilarang Allah. Cacat di sini pula tidak melakukan kedustaan akan
hadits yang disampaikan itu. Jika melakukan kedustaan maka perlu dipertanyakan
akan hadits tersebut sehingga hal ini dapat menjadi penolakan dalam syarat dari
penerimaan hadits tersebut .
§ Pada masa
tabi’in ulama Umar bin Abdul Aziz menginstruksikan kepada orang yang dibawahnya
untuk mengumpulkan hadits yang tersebar dari berbagai daerah sehingga
terkumpullah hadits tersebut. Dengan menghimpun hadits tersebut menjadi satu
bab per bab dalam karangan maka pencampuran dalam hadits maudu dengan sahih
tersebut dapat diatasi.
Tabi’in
kurang melakukan observasi kepada hadits tersebut yang hanya sekedar
mengumpulkan hadits bukan untuk diseleksi.
§ Hadits
maudu adalah hadits yang mengugurkan nisab yang tidak dianjurkan dan disabdakan
oleh rasulullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar