PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hadits merupakan hukum Islam yang ke dua setelah Al-Qur’an. Sebagai
salah satu sumber otoritas Islam ke dua setelah Al-Qur’an, sejumlah literatur
hadits memiliki pengaruh yang sangat menentukan dan menjadi sumber hukum dan
inspirasi agama.
Keberadaan dan kedudukannya tidak diragukan, namun karena pembukuan
hadits baru dilakukan beberapa tahun setelah Nabi wafat, ditambah lagi dengan kenyataan sejarah bahwa
banyak hadits dipalsukan, maka keabsahan hadits yang beredar dikalangan kaum
muslimin diperdebatkan oleh para ahli.
Hadits itu terdiri dari yang diterima (yakni yang shahih) dan yang
ditolak (yakni yang dlaif) itulah pembagian hadits secara garis besar. Tetapi
para ahli hadits membagi hadits dalam tiga bagian: hadits shahih, hadits hasan,
dan hadits dlaif. Dalam makalah ini hanya akan dibahas mengenai hadits hasan
dan hadits shahih.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Kriteria Hadits Shahih dan Hadits Hasan
2.Macam-macam
Hadits Shahih dan Hadits Hasan
3.Contoh Hadits Sahih dan Hadits Hasan
4. Kehujjahan(tanda/bukti)
hadis shahih dan hadits hasan
C. TUJUAN
1. Melatih mahasiswa menyusun paper dalam upaya lebih meningkatkan pengetahuan
dan kreatifitas mahasiswa.
2.
Mahasiswa
dapat mengetahui dan memahami masalah kriteria, macam, contoh dan kehujjahan
dari sebuah hadits shahih dan hadits hasan.
D. METODE PENULISAN
Dari banyak metode yang penulis ketahui, penulis menggunakan metode
kepustakaan. Pada zaman modern ini metode kepustakaan tidak hanya berarti pergi
ke perpustakaan tapi dapat pula dilakukan dengan pergi ke warung internet
(warnet). Penulis menggunakan metode ini karena jauh lebih praktis, efektif,
efisien, serta sangat mudah untuk mencari bahan dan data – data tentang topik
ataupun materi yang penulis gunakan untuk makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
HADIST
SHAHIH
1.
Pengertian
Kata “shahih” berasal dari bahasa Arab,
as-shahih, bentuk jamaknya asshiha’ dan berakar pada kata shahaha, dari segi
bahasa kata ini memiliki beberapa arti, diantaranya yaitu selamat dari
penyakit, bebas dari a’ib atau cacat. Sedang pengertian hadits adalah : khabar
(berita).
Pengertian
Hadits Shahih secara istilah adalah
الحديث الصحيح هوالحديث الدى اتصل سنده بنقل العد ل الضا بط عن العدل
الضا بط الى منتهاه ولايكون شاداولا معلل
Artinya: hadits
yang bersambung sanadnya yang diriwatkan oleh rawi yang adil dan dhabit dari
rawi lain yang juga adil dan dhabit sampai akhir sanad, dan hadits itu tidak
janggal serta tidak mengandung cacat (illat).
2.
Syarat-syarat
Syarat-syarat hadis shahih dapat dirumuskan
sebagai berikut:
a.
Sanadnya Bersambung
Maksudnya
adalah tiap-tiap perowi dari perowi lainnya benar-benar mengambil secara
langsung dari orang yang ditanyanya, dari sejak awal hingga akhir sanadnya.
Untuk
mengetahui dan bersambungnya dan tidaknya suatu sanad, biasanya ulama’ hadis
menempuh tata kerja sebagai berikut;
1.
Mencatat semua periwayat yang diteliti,
2.
Mempelajari hidup masing-masing periwayat,
3.
Meneliti kata-kata yang berhubungan antara para
periwayat dengan periwayat yang terdekat dalam sanad,
yakni apakah kata-kata yang terpakai berupa haddasani, haddasani, akhbarana,
akhbarani, ‘an,anna, atau kasta-kata lainnya.
b.
Perawinya Bersifat Adil
Maksudnya
adalah tiap-tiap perowi itu seorang Muslim, bersetatus Mukallaf (baligh),
bukan fasiq dan tidak pula jelek prilakunya.
Dalam menilai
keadilan seorang periwayat cukup dilakuakan dengan salah satu teknik berikut:
1.
keterangan seseorang atau beberapa ulama ahli
ta’dil bahwa seorang itu bersifat adil, sebagaimana yang disebutkan dalam
kitab-kitab jarh wa at-ta’dil.
2.
ketenaran seseorang bahwa ia bersifast adil,
sdeperti imam empat Hanafi,Maliki, Asy-Syafi’i, dan Hambali.
Khusus mengenai perawi hadis pada tingkat
sahabat, jumhur ulama sepakat bahwa seluruh sahabat adalah adil. Pandangan
berbeda datang dari golongan muktazilah yang menilai bahwa sahabat yang
terlibat dalam pembunuhan ‘Ali dianggap fasiq, dan
periwayatannya pun ditolak.
c.
Perawinya Bersifat Dhobith
Maksudnya
masing-masing perowinya sempurna daya ingatannya, baik berupa kuat ingatan
dalam dada maupun dalam kitab (tulisan).
Dhobith dalam
dada ialah terpelihara periwayatan dalam ingatan, sejak ia maneriama hadis
sampai meriwayatkannya kepada orang lain,sedang, dhobithdalam kitab
ialah terpeliharanya kebenaran suatu periwayatan melalui tulisan.
Adapun
sifat-sifat kedhobitan perowi, nmenurut para ulama, dapat diketahui melalui:
1.
kesaksian para ulama
2.
berdasarkan kesesuaian riwayatannya dengan
riwayat dari orang lain yang telah dikenal kedhobithannya.
d.
Tidak Syadz
Maksudnya ialah
hadis itu benar-benar tidak syadz, dalam arti bertentangan atau
menyalesihi orang yang terpercaya dan lainnya.
Menurut
al-Syafi’i, suatu hadis tidak dinyastakan sebagai mengandungsyudzudz,
bila hadis itu hanya diriwayatkan oleh seorang periwayat yang tsiqah,sedang
periwayat yang tsiqah lainnya tidak meriwayatkan hadis itu. Artinya, suatu
hadis dinyatakan syudzudz, bila hadisd yang diriwayatkan oleh
seorang periwayat yang tsiqah tersebut bertentengan dengan
hadis yang dirirwayatkan oleh banyak periwayat yang juga bersifat tsiqah.
e.
Tidak Ber’ilat
Maksudnya ialah
hadis itu tidak ada cacatnya, dalam arti adanya sebab yang menutup tersembunyi
yang dapat menciderai pada ke-shahih-an hadis, sementara dhahirnya
selamat dari cacat.
‘Illat hadis
dapat terjadi pada sanad mapun pada matan atau pada keduanya secara
bersama-sama. Namun demikian, ‘illat yang paling banyak terjadi
adalah pada sanad, seperti menyebutkan muttasil terhadap hadis
yang munqati’ ataumursal.
3.
Macam-macam
Para ahli hadis membagi hadis shahih kepada dua bagian, yaitu
shahih li-dzatidan
shahih li-ghoirih.
Perbedaan antara keduanya terletak pada segi hafalan atau ingatan perowinya.
pada shahih li-dzatih,
ingatan perowinya sempurna, sedang pada hadis shahih li-ghoirih, ingatan perowinya
kurang sempurna.
a.
Hadis Shahih li dzati
Maksudnya ialah syarat-syarat lima tersebut benar-benar telah
terbukti adanya,bukan dia itu terputus tetapi shahih dalam hakikat masalahnya,
karena bolehnya salah dan khilaf bagi orang kepercayaan.
b.
Hadis Shahih Li Ghoirihi
Maksudnya ialah hadis tersebut tidak terbukti adanya lima syarat
hadis shahih tersebut baik keseluruhan atau sebagian. Bukan berarti sama sekali
dusta, mengingat bolehnya berlaku bagi orang yang banyak salah.
4.
Contoh-contoh
Adapun contoh-contoh hadits shahih sebagai berikut:
a.
Dari Abi Abdurrahman Abdillah bin Umar bin
Khattab ra. berkata: Aku telah mendengar Rasulullah saw bersabda:
"Bangunan Islam itu atas lima perkara Mengakui bahwa tiada Tuhan melainkan
Allah dan sesungguhnya Muhammad itu Utusan Allah, Mendirikan Shalat,
Mengeluarkan Zakat, Mengerjakan Haji ke Baitullah dan Puasa bulan Ramadhan." (Bukhari
- Muslim)
b.
Dari Abi Hamzah Anas bin Malik ra. pelayan
Rasulullah saw dari Nabi saw telah berkata: "Tidak sempurna iman seseorang
diantaramu hingga mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya
sendiri." (Bukhari - Muslim)
c.
Dari Ibni Mas'ud ra. telah berkata: Telah
bersabda Rasulullah saw: "Tidak halal darah seorang muslim kecuali
disebabkan salah satu dari tiga perkara: Duda/janda yang berzina, Pembunuhan
dibalas bunuh, Orang meninggalkan agamanya, memisahkan diri dari jama'ah
(murtad)." (Bukhari - Muslim)
d.
Dari Abu Musa (Abdullah) bin Qais al-asy'ary
r.a. berkata: Rasulullah saw ditanya mengenai orang-orang yang berperang karena
keberanian, karena kebangsaan atau karena kedudukan manakah diantara semua itu
yang disebut fisabilillah? Rasulullah saw menjawab, "Siapa yang berperang
semata-mata untuk menegakkan kalimatullah (agama Allah) maka itulah
fisabilillah."
(Bukhari - Muslim)
(Bukhari - Muslim)
e.
Dari Abu Bakrah (Nufa'i) bin al Harits ats
Tsaqafy berkata: Rasulullah saw bersabda, "Apabila dua orang Muslim
berhadapan dengan pedang masing-masing maka pembunuh dan terbunuh keduanya
sama-sama masuk neraka. Abu Bakrah bertanya, "Ya Rasulullah, yang membunuh
jelas masuk neraka tetapi mengapa yang terbunuh juga demikian? Rasulullah saw
menjawab, "Karena ia juga memiliki niat sungguh-sungguh akan membunuh
lawannya."
(Bukhari - Muslim)
(Bukhari - Muslim)
5.
Kehujahannya
Hadis yang telah memenuhi persyaratan hadis shahih wajib diamalkan
sebagai hujah atau dalil syara’ sesuai ijma’ para
uluma hadis dan sebagian ulama ushul dan fikih. Kesepakatan ini terjadi dalam
soal-soal yang berkaitan dengan penetapan halal atau haramnya sesuatu, tidak
dalam hal-hal yang berhubungan dengan aqidah.
Sebagian besar ulama menetapkan dengan dalil-dalil qat’i, yaitu al-Quran dan hadis
mutawatir. oleh karena itu, hadis ahad tidak dapat dijadikan hujjah untuk
menetapkan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan aqidah.
B.
HADITS
HASAN
1.
Pengertian
Secara
bahasa, hasan berarti al-jamal, yaitu indah. Hasan juga dapat juga
berarti sesuatu sesuatu yang disenangi dan dicondongi oleh nafsu. Sedangkan
para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan hadis hasan karena melihat
bahwa ia meupakan pertengahan antara hadis shahih dan hadis dha’if, dan
juga karena sebagian ulama mendefinisikan sebagai salah satu bagiannya. Sebagian
dari definisinya yaitu:
1.
definisi al- Chatabi: adalah hadis yang
diketahui tempat keluarnya, dan telah mashur rawi-rawi sanadnya, dan kepadanya
tempat berputar kebanyakan hadis, dan yang diterima kebanyakan ulama, dan yang
dipakai oleh umumnya fukoha’
2.
definisi Tirmidzi: yaitu semua hadis yang
diriwayatkan, dimana dalam sanadnya tidak ada yang dituduh berdusta, serta
tidak ada syadz(kejangalan), dan diriwatkan dari selain jalan
sepereti demikian, maka dia menurut kami adalah hadis hasan.
3.
definisi Ibnu Hajar: beliau berkata, adalah
hadis ahad yang diriwayatkan oleh yang adil, sempurna ke-dhabit-annya,
bersanbung sanadnya, tidak cacat, dan tidak syadz (janggal)
maka dia adalah hadis shahih li-dzatihi, lalu jika ringan ke-dhabit-annya
maka dia adalah hadis hasan li dszatihi.
Kriteria hadis hasan sama dengan kriteria hadis
shahih. Perbedaannya hanya terletak pada sisi ke-dhabit-annya. yaitu
hadis shahih lebih sempurna ke-dhabit-annya dibandingkan dengan
hadis hasan. Tetapi jika dibandingkan dengan ke-dhabit-an
perawi hadis dha’if tentu belum seimbang, ke-dhabit-an
perawi hadis hasan lebih unggul.
2.
Kriteria-kriteria
Untuk kriteria hadits hasan hampir sama dengan kriteria hadits
shahih. Perbedaannya hanya terletak pada sisi ke-dhabith-annya. Hadits shahih
ke-dhabith-an seluruh perawinya harus sempurna, sedang dalam hadits hasan,
kurang sedikit ke-dhabith-annya jika dibandingkan dengan hadits shahih.
ke-dhabith-an perawi hadits hasan nilainya memang kurang jika dibandingkan
dengan perawi hadits shahih, karena ke-dhabith-an para perawi hadits shahih
sangat sempurna.
3.
Macam-macam
Para ulama ahli
hadits membagi hadits hasan menjadi dua bagian, yaitu:
a.
Hadits Hasan Li Dzatih
Adalah hadits yang sanadnya bersambung, dinukil
oleh periwayat yang adil dan dhabith, namun kedhabithannya tidak sempurna,
meski tidak terdapat syadz dan ‘illat padanya.
b.
Hadits Hasan Li Ghairih
Adalah hadits di bawah derajat hasan yang naik
ke tingkatan hadits hasan, karena hadits lain yang menguatkannya atau hadits Hasan
Li Ghairih adalah hadits dhaif yang karena dikuatkan oleh hadits yang lain,
meningkat hasan.
4.
Contoh-contoh
Hadits yang
diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, ibnu Majah, dan Ibnu Hibban dari Al-Hasan bin
Urfah Al-Maharibi dari Muhammad bin Amr dari Abu Salamah dari Abi Hurairah
bahwa Nabi SAW bersabda:
اعمار امتي ما
بين الستين الي السبعين واقلهم من يجوز دلك
Artinya: ”Usia umatku sekitar antara 60-70
tahun dan sedikit sekali yang melebihi demikian itu.”
Para perawi hadits diatas tsiqah semua kecuali
Muhammad bin Amr dia adalah shaduq (sangat benar). Oleh para ulama hadits nilai
ta’dil shaduq tidak mencapai dzabit tamm sekalipun telah mencapai keadilan,
kedhobithannya kurang sedikit jika dibandingkan dengan ke-dhobith-an shahih
seperti tsiqatun (terpercaya) dan sesamanya.
5.
Kehujjahnnya
Hadis hasan sebagai mana halnya hadis shahih, meskipun derajatnya
dibawah hadis shahih, adalah hadis yang dapat diterima dan dipergunakan sebagai
dalil atau hujjah dalam menetapkan suatu hukum atau dalam beramal. Paraulama
hadis, ulama ushul fiqih, dan fuqaha sepakat tentang kehujjahan hadis hasan.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa pengertian dari:
1.
Hadits
Shahih ialah hadits yang bersambung sanadnya yang diriwatkan oleh rawi yang
adil dan dhabit dari rawi lain yang juga adil dan dhabit sampai akhir sanad,
dan hadits itu tidak janggal serta tidak mengandung cacat (illat).
2.
Hadits
Hasan ialah Hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan
oleh orang adil, kurang sedikit ke dhabitannya, tidak ada keganjilan, (syadz),
dan tidak ada illat
B. SARAN
Saran kami untuk
para pembaca agar dapat mengambil intisari
atau kesimpulan dari makalah ini, kami sebagai penyusun makalah ini
mengharapkan kritik dan saran, karena kami bukanlah manusia yang sempurna yaitu
manusia yang tak pernah luput dari salah dan khilaf.
REFERENSI
Rofiah,khusniati,Studi Ilmu Hadits,(Ponorogo: Stain
PO Press,2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar