Pengikut

Bismillahirahmanirrahim

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh...
Akhi wa ukhti fillah.
Mencintai adalah benih dari kasih sayang
Membaca memaknai kehidupan


Minggu, 07 Oktober 2012

Ulumul Hadits

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Hadits merupakan hukum Islam yang ke dua setelah Al-Qur’an. Sebagai salah satu sumber otoritas Islam ke dua setelah Al-Qur’an, sejumlah literatur hadits memiliki pengaruh yang sangat menentukan dan menjadi sumber hukum dan inspirasi agama.
Keberadaan dan kedudukannya tidak diragukan, namun karena pembukuan hadits baru dilakukan beberapa tahun setelah Nabi wafat,  ditambah lagi dengan kenyataan sejarah bahwa banyak hadits dipalsukan, maka keabsahan hadits yang beredar dikalangan kaum muslimin diperdebatkan oleh para ahli.
Hadits itu terdiri dari yang diterima (yakni yang shahih) dan yang ditolak (yakni yang dlaif) itulah pembagian hadits secara garis besar. Tetapi para ahli hadits membagi hadits dalam tiga bagian: hadits shahih, hadits hasan, dan hadits dlaif. Dalam makalah ini hanya akan dibahas mengenai hadits hasan dan hadits shahih.

B.     RUMUSAN MASALAH
1. Kriteria Hadits Shahih dan Hadits Hasan
2.Macam-macam Hadits Shahih dan Hadits Hasan
3.Contoh  Hadits Sahih dan Hadits Hasan
4. Kehujjahan(tanda/bukti) hadis shahih dan hadits hasan

C.    TUJUAN
1.    Melatih mahasiswa menyusun paper dalam upaya lebih meningkatkan pengetahuan dan kreatifitas mahasiswa.
2.    Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami masalah kriteria, macam, contoh dan kehujjahan dari sebuah hadits shahih dan hadits hasan.




D.    METODE PENULISAN
Dari banyak metode yang penulis ketahui, penulis menggunakan metode kepustakaan. Pada zaman modern ini metode kepustakaan tidak hanya berarti pergi ke perpustakaan tapi dapat pula dilakukan dengan pergi ke warung internet (warnet). Penulis menggunakan metode ini karena jauh lebih praktis, efektif, efisien, serta sangat mudah untuk mencari bahan dan data – data tentang topik ataupun materi yang penulis gunakan untuk makalah ini.
























BAB II
PEMBAHASAN

A.    HADIST SHAHIH
1.      Pengertian
      Kata “shahih” berasal dari bahasa Arab, as-shahih, bentuk jamaknya asshiha’ dan berakar pada kata shahaha, dari segi bahasa kata ini memiliki beberapa arti, diantaranya yaitu selamat dari penyakit, bebas dari a’ib atau cacat. Sedang pengertian hadits adalah : khabar (berita).
Pengertian Hadits Shahih secara istilah adalah
الحديث الصحيح هوالحديث الدى اتصل سنده بنقل العد ل الضا بط عن العدل الضا بط الى منتهاه ولايكون شاداولا معلل
Artinya: hadits yang bersambung sanadnya yang diriwatkan oleh rawi yang adil dan dhabit dari rawi lain yang juga adil dan dhabit sampai akhir sanad, dan hadits itu tidak janggal serta tidak mengandung cacat (illat).

2.      Syarat-syarat
Syarat-syarat hadis shahih dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.       Sanadnya Bersambung
Maksudnya adalah tiap-tiap perowi dari perowi lainnya benar-benar mengambil secara langsung dari orang yang ditanyanya, dari sejak awal hingga akhir sanadnya.
Untuk mengetahui dan bersambungnya dan tidaknya suatu sanad, biasanya ulama’ hadis menempuh tata kerja sebagai berikut;
1.      Mencatat semua periwayat yang diteliti,
2.      Mempelajari hidup masing-masing periwayat,
3.      Meneliti kata-kata yang berhubungan antara para periwayat dengan periwayat yang     terdekat dalam sanad, yakni apakah kata-kata yang terpakai berupa haddasani, haddasani, akhbarana, akhbarani, ‘an,anna, atau kasta-kata lainnya.

b.      Perawinya Bersifat Adil
Maksudnya adalah tiap-tiap perowi itu seorang Muslim, bersetatus Mukallaf  (baligh), bukan fasiq dan tidak pula jelek prilakunya.
Dalam menilai keadilan seorang periwayat cukup dilakuakan dengan salah satu teknik berikut:
1.      keterangan seseorang atau beberapa ulama ahli ta’dil bahwa seorang itu bersifat adil,  sebagaimana yang disebutkan dalam kitab-kitab jarh wa at-ta’dil.
2.      ketenaran seseorang bahwa ia bersifast adil, sdeperti imam empat Hanafi,Maliki, Asy-Syafi’i, dan Hambali.
Khusus mengenai perawi hadis pada tingkat sahabat, jumhur ulama sepakat bahwa seluruh sahabat adalah adil. Pandangan berbeda datang dari golongan muktazilah yang menilai bahwa sahabat yang terlibat dalam pembunuhan ‘Ali dianggap fasiq, dan periwayatannya pun ditolak.
c.       Perawinya Bersifat Dhobith
Maksudnya masing-masing perowinya sempurna daya ingatannya, baik berupa kuat ingatan dalam dada maupun dalam kitab (tulisan).
Dhobith dalam dada ialah terpelihara periwayatan dalam ingatan, sejak ia maneriama hadis sampai meriwayatkannya kepada orang lain,sedang, dhobithdalam kitab ialah terpeliharanya kebenaran suatu periwayatan melalui tulisan.
Adapun sifat-sifat kedhobitan perowi, nmenurut para ulama, dapat diketahui melalui:
1.      kesaksian para ulama
2.      berdasarkan kesesuaian riwayatannya dengan riwayat dari orang lain yang telah dikenal kedhobithannya.
d.      Tidak Syadz
Maksudnya ialah hadis itu benar-benar tidak syadz, dalam arti bertentangan atau menyalesihi orang yang terpercaya dan lainnya.
Menurut al-Syafi’i, suatu hadis tidak dinyastakan sebagai mengandungsyudzudz, bila hadis itu hanya diriwayatkan oleh seorang periwayat yang tsiqah,sedang periwayat yang tsiqah lainnya tidak meriwayatkan hadis itu. Artinya, suatu hadis dinyatakan syudzudz, bila hadisd yang diriwayatkan oleh seorang periwayat yang tsiqah tersebut bertentengan dengan hadis yang dirirwayatkan oleh banyak periwayat yang juga bersifat tsiqah.
e.       Tidak Ber’ilat
Maksudnya ialah hadis itu tidak ada cacatnya, dalam arti adanya sebab yang menutup tersembunyi yang dapat menciderai pada ke-shahih-an hadis, sementara dhahirnya selamat dari cacat.
‘Illat hadis dapat terjadi pada sanad mapun pada matan atau pada keduanya secara bersama-sama. Namun demikian, ‘illat yang paling banyak terjadi adalah pada sanad, seperti menyebutkan muttasil terhadap hadis yang munqati’ ataumursal.
3.         Macam-macam
Para ahli hadis membagi hadis shahih kepada dua bagian, yaitu shahih li-dzatidan shahih li-ghoirih. Perbedaan antara keduanya terletak pada segi hafalan atau ingatan perowinya. pada shahih li-dzatih, ingatan perowinya sempurna, sedang pada hadis shahih li-ghoirih, ingatan perowinya kurang sempurna.
a.     Hadis Shahih li dzati
Maksudnya ialah syarat-syarat lima tersebut benar-benar telah terbukti adanya,bukan dia itu terputus tetapi shahih dalam hakikat masalahnya, karena bolehnya salah dan khilaf bagi orang kepercayaan.
b.    Hadis Shahih Li Ghoirihi
Maksudnya ialah hadis tersebut tidak terbukti adanya lima syarat hadis shahih tersebut baik keseluruhan atau sebagian. Bukan berarti sama sekali dusta, mengingat bolehnya berlaku bagi orang yang banyak salah.
4.         Contoh-contoh
Adapun contoh-contoh hadits shahih sebagai berikut:
a.     Dari Abi Abdurrahman Abdillah bin Umar bin Khattab ra. berkata: Aku telah mendengar Rasulullah saw bersabda: "Bangunan Islam itu atas lima perkara Mengakui bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan sesungguhnya Muhammad itu Utusan Allah, Mendirikan Shalat, Mengeluarkan Zakat, Mengerjakan Haji ke Baitullah dan Puasa bulan Ramadhan." (Bukhari - Muslim)
b.    Dari Abi Hamzah Anas bin Malik ra. pelayan Rasulullah saw dari Nabi saw telah berkata: "Tidak sempurna iman seseorang diantaramu hingga mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri."  (Bukhari - Muslim)
c.     Dari Ibni Mas'ud ra. telah berkata: Telah bersabda Rasulullah saw: "Tidak halal darah seorang muslim kecuali disebabkan salah satu dari tiga perkara: Duda/janda yang berzina, Pembunuhan dibalas bunuh, Orang meninggalkan agamanya, memisahkan diri dari jama'ah (murtad)."  (Bukhari - Muslim)
d.    Dari Abu Musa (Abdullah) bin Qais al-asy'ary r.a. berkata: Rasulullah saw ditanya mengenai orang-orang yang berperang karena keberanian, karena kebangsaan atau karena kedudukan manakah diantara semua itu yang disebut fisabilillah? Rasulullah saw menjawab, "Siapa yang berperang semata-mata untuk menegakkan kalimatullah (agama Allah) maka itulah fisabilillah."
(Bukhari - Muslim)
e.     Dari Abu Bakrah (Nufa'i) bin al Harits ats Tsaqafy berkata: Rasulullah saw bersabda, "Apabila dua orang Muslim berhadapan dengan pedang masing-masing maka pembunuh dan terbunuh keduanya sama-sama masuk neraka. Abu Bakrah bertanya, "Ya Rasulullah, yang membunuh jelas masuk neraka tetapi mengapa yang terbunuh juga demikian? Rasulullah saw menjawab, "Karena ia juga memiliki niat sungguh-sungguh akan membunuh lawannya."
(Bukhari - Muslim)
5.         Kehujahannya
Hadis yang telah memenuhi persyaratan hadis shahih wajib diamalkan sebagai hujah atau dalil syara’ sesuai ijma’ para uluma hadis dan sebagian ulama ushul dan fikih. Kesepakatan ini terjadi dalam soal-soal yang berkaitan dengan penetapan halal atau haramnya sesuatu, tidak dalam hal-hal yang berhubungan dengan aqidah.
Sebagian besar ulama menetapkan dengan dalil-dalil qat’i, yaitu al-Quran dan hadis mutawatir. oleh karena itu, hadis ahad tidak dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan aqidah.



B.     HADITS HASAN
1.      Pengertian
     Secara bahasa, hasan berarti al-jamal, yaitu indah. Hasan juga dapat juga berarti sesuatu sesuatu yang disenangi dan dicondongi oleh nafsu. Sedangkan para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan hadis hasan karena melihat bahwa ia meupakan pertengahan antara hadis shahih dan hadis dha’if, dan juga karena sebagian ulama mendefinisikan sebagai salah satu bagiannya. Sebagian dari definisinya yaitu:
1.      definisi al- Chatabi: adalah hadis yang diketahui tempat keluarnya, dan telah mashur rawi-rawi sanadnya, dan kepadanya tempat berputar kebanyakan hadis, dan yang diterima kebanyakan ulama, dan yang dipakai oleh umumnya fukoha
2.      definisi Tirmidzi: yaitu semua hadis yang diriwayatkan, dimana dalam sanadnya tidak ada yang dituduh berdusta, serta tidak ada syadz(kejangalan), dan diriwatkan dari selain jalan sepereti demikian, maka dia menurut kami adalah hadis hasan.
3.      definisi Ibnu Hajar: beliau berkata, adalah hadis ahad yang diriwayatkan oleh yang adil, sempurna ke-dhabit-annya, bersanbung sanadnya, tidak cacat, dan tidak syadz (janggal) maka dia adalah hadis shahih li-dzatihi, lalu jika ringan ke-dhabit-annya maka dia adalah hadis hasan li dszatihi.
Kriteria hadis hasan sama dengan kriteria hadis shahih. Perbedaannya hanya terletak pada sisi ke-dhabit-annya. yaitu hadis shahih lebih sempurna ke-dhabit-annya dibandingkan dengan hadis hasan. Tetapi jika dibandingkan dengan ke-dhabit-an perawi hadis dha’if tentu belum seimbang, ke-dhabit-an perawi hadis hasan lebih unggul.
2.      Kriteria-kriteria
Untuk kriteria hadits hasan hampir sama dengan kriteria hadits shahih. Perbedaannya hanya terletak pada sisi ke-dhabith-annya. Hadits shahih ke-dhabith-an seluruh perawinya harus sempurna, sedang dalam hadits hasan, kurang sedikit ke-dhabith-annya jika dibandingkan dengan hadits shahih. ke-dhabith-an perawi hadits hasan nilainya memang kurang jika dibandingkan dengan perawi hadits shahih, karena ke-dhabith-an para perawi hadits shahih sangat sempurna.


3.      Macam-macam
Para ulama ahli hadits membagi hadits hasan menjadi dua bagian, yaitu:
a.         Hadits Hasan Li Dzatih
Adalah hadits yang sanadnya bersambung, dinukil oleh periwayat yang adil dan dhabith, namun kedhabithannya tidak sempurna, meski tidak terdapat syadz dan ‘illat padanya.
b.         Hadits Hasan Li Ghairih
Adalah hadits di bawah derajat hasan yang naik ke tingkatan hadits hasan, karena hadits lain yang menguatkannya atau hadits Hasan Li Ghairih adalah hadits dhaif yang karena dikuatkan oleh hadits yang lain, meningkat hasan.
4.      Contoh-contoh
Hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, ibnu Majah, dan Ibnu Hibban dari Al-Hasan bin Urfah Al-Maharibi dari Muhammad bin Amr dari Abu Salamah dari Abi Hurairah bahwa Nabi SAW bersabda:
اعمار امتي ما بين الستين الي السبعين واقلهم من يجوز دلك
Artinya: ”Usia umatku sekitar antara 60-70 tahun dan sedikit sekali yang melebihi demikian itu.”
Para perawi hadits diatas tsiqah semua kecuali Muhammad bin Amr dia adalah shaduq (sangat benar). Oleh para ulama hadits nilai ta’dil shaduq tidak mencapai dzabit tamm sekalipun telah mencapai keadilan, kedhobithannya kurang sedikit jika dibandingkan dengan ke-dhobith-an shahih seperti tsiqatun (terpercaya) dan sesamanya.
5.      Kehujjahnnya
Hadis hasan sebagai mana halnya hadis shahih, meskipun derajatnya dibawah hadis shahih, adalah hadis yang dapat diterima dan dipergunakan sebagai dalil atau hujjah dalam menetapkan suatu hukum atau dalam beramal. Paraulama hadis, ulama ushul fiqih, dan fuqaha sepakat tentang kehujjahan hadis hasan.



BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa pengertian dari:
1.      Hadits Shahih ialah hadits yang bersambung sanadnya yang diriwatkan oleh rawi yang adil dan dhabit dari rawi lain yang juga adil dan dhabit sampai akhir sanad, dan hadits itu tidak janggal serta tidak mengandung cacat (illat).
2.      Hadits Hasan ialah Hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil, kurang sedikit ke dhabitannya, tidak ada keganjilan, (syadz), dan tidak ada illat

B.  SARAN
Saran kami untuk para pembaca agar dapat mengambil intisari atau kesimpulan dari makalah ini, kami sebagai penyusun makalah ini mengharapkan kritik dan saran, karena kami bukanlah manusia yang sempurna yaitu manusia yang tak pernah luput dari salah dan khilaf.










                                                                  




REFERENSI

Rofiah,khusniati,Studi Ilmu Hadits,(Ponorogo: Stain PO Press,2010)

Tidak ada komentar: